Selasa, 31 Januari 2012

Eksekusi Pengosongan Rumah Ditolak pemilik rumah dan Warga

WONOGIRI, (TRIBUNEKOMPAS)
By: Wiwik Budipriyanto,


- Proses eksekusi pengosongan satu rumah di Lingkungan Gerdu RT 3 RW V, Kelurahan Giripurwo, Kecamatan Wonogiri Kota sempat memanas. Warga yang mendukung pemilik rumah sempat berteriak meski akhirnya bisa diredam oleh Kapolres Wonogiri AKBP Ni Ketut Swastika. “Wong Wonogiri yo iso tuku, ora gur wong Semarang. Lelang ora jelas, opo wong Wonogiri ora enek wong sugih. Moso didol murah,” teriak salah satu warga yang akhirnya membuat suasana sedikit tak kondusif saat terjadi ekskusi Senin 30/1.

Marimin (67) pemilik rumah yang kini mengontrak rumahnya sendiri itupun lantas meminta pihak keluarga mengunci semua pintu dan jendela. “Saya tidak terima sebelum ada keputusan kasasi oleh MA (Mahkamah Agung) turun, kalau sampai dieksekusi warga di sini siap membantu saya,” tandasnya begitu rombongan dari Pengadilan Negeri dan Kapolres serta pihak kelurahan datang.

“Uang kontrak yang dibayar terakhir saja masa kontraknya belum habis, masa sudah dieksekusi. Kembalikan uang kontrakan itu kalau begitu. Saat lelang juga tidak diberitahu, tahu-tahu ada pemenang lelang datang, Pak Wiji dari Semarang, dan mengatakan kalau rumah ini sudah menjadi milik pemenang lelang itu. Sekitar tahun 2007 lalu,” jelas Dwi Hantoro (36) anak Marimin. Suasana makin tegang saat pihak pemilik rumah yang menang lelang ternyata hanya menguasakan kepada orang lain yang tidak kompeten.

“Kalau yang datang pengacara atau siapapun yang mengerti hukum kami terima, ini asal comot dan surat kuasa tidak ada stempel pengadilan. Harusnya kan ada pengesahan dari pengadilan. Dari tadi menunggu pemilik rumah (Wiji, pemenang lelang) ternyata hanya dikuasakan. Dan anda latar belakang apa, maaf saya tanyakan,” kata penasehat hukum Marimin, Yuri Warmanto, kepada yang diberi kuasa Agus Suharso. “Saya swasta,” jawab Agus. Yuri terus mendesak Sri Prih Utami, Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Wonogiri, agar menunda eksekusi itu. “Bu, batas tanah yang dijelaskan dalam akta itupun salah. Barat dan selatan bukan jalan. Tidak ada jalan di situ. Kalau mau dieksekusi silahkan tapi semua berkas harus benar,” lanjutnya.

Sri Prih Utami awalnya menyatakan dirinya hanya menjalankan tugas dari pimpinan. Karena suasana makin tidak terarah Kapolres pun mengajak agar pembahasan dilakukan di Pengadilan Negeri saja. Kasus ini bermula saat 2005 lalu Marimin mencari hutang di Bank Danamon Wonogiri (sekarang sudah tidak ada-red) sebesar Rp 200 juta untuk usaha. Dengan jangka waktu pengembalian dua tahun. Marimin tidak bisa melunasi sehingga tanah dan rumah disita karena dijadikan agunan saat meminjam dulu. Lelang dilakukan pihak bank di Semarang.

Nilai lelang Rp 170 juta padahal harga jual bisa sampai Rp 500 juta untuk satu rumah dan luas lahan total 1.500 meter persegi. Marimin pun akhirnya mengontrak rumahnya sendiri kepada Wiji pemenang lelang, dengan harapan Marimin bisa mendapat uang untuk membeli kembali rumahnya dari Wiji. Kontrak dibayar hingga beberapa kali, terakhir dibayar kontrak Rp 50 juta tapi belum habis masa kontrak ada eksekusi itu. Eksekusi ini dimohonkan Wiji kepada Pengadilan 2010 lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar