Rabu, 06 Juni 2012

Ini Kisah Air Mata Kristal Tina Yang Tidak Alami

BANDUNG, (TRIBUNEKOMPAS)
By: Tonny.S.

- Air
mata Tina Agustina sejak kecil sama seperti orang lain. Tapi sejak September 2011, air mata gadis berusia 19 tahun itu kabarnya bisa berubah menjadi batu kristal. Sejak September 2011, Tina mengaku sudah mengeluarkan 72 butir batu, ditambah sedikitnya 161 butir lagi sejak 23 Mei 2012. Batu kristal itu keluar lewat kelopak dua matanya di bagian bawah.

Ukuran batu kristal itu kira-kira seujung pentol korek api. Warna batu berubah-ubah, dari hitam, lalu bening kehijauan, kekuningan, kebiruan, seperti kristal. ”Kalau enggak diambil batunya semakin besar, jadi harus dikeluarkan,” ujarnya seusai memeriksakan diri ke Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung, Kamis, 31/06/2012.

Camat Cisarua, Kabupaten Sumedang, Tono Suhartono, mengaku pernah melihat langsung keluarnya air mata kristal itu beberapa kali. Keterangannya persis seperti rekaman gambar video di internet. Batu kristal itu tiba-tiba muncul dari ujung bawah kelopak mata kirinya. Batu itu kemudian digiring dengan tisu supaya jatuh.

Sebelumnya, kata Tono, cerita itu disimpan rapat oleh keluarga sejak 2011. Rahasia itu terungkap saat Tina yang hadir di acara kampanye pemilihan kepala desa setempat, tiba-tiba menitikkan air mata kristal. ”Dari situ orang-orang yang melihat jadi ribut lalu menyebar ke mana-mana,” ujarnya.

Karena khawatir terkena penyakit, kata dia, orang tua Tina akhirnya memeriksakan anaknya ke Poli Mata Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang, 23 Mei lalu. ”Dari pemeriksaan tidak ada gangguan penglihatan iritasi dan pendarahan di kelopak matanya,” kata staf hubungan masyarakat RSUD Sumedang, Iman Budiman.

Lima hari kemudian Tina kembali diperiksa. Selama dua hari observasi, kata Iman, tidak ada batu air mata kristal yang keluar. Menurut pengakuan Tina, air mata kristal itu biasanya keluar kalau dia sedang sedih, kesal, marah, dan terlalu senang. Setelah itu, RSUD Sumedang merujuk Tina agar diperiksa ke dokter RS Mata Cicendo, Bandung. Tina diantar kedua orang tuanya serta aparat kecamatan dan perwakilan RSUD Sumedang.

Saat diperiksa dokter sekitar setengah jam, tak ada air mata kristal yang keluar. Kabarnya, menurut Tina juga staf hubungan masyarakat RSUD Sumedang, Iman Budiman yang ikut mengantar, batu itu sempat muncul di tengah perjalanan ke rumah sakit. Jumlahnya dua butir. Saat dokter tak ada, sebulir batu kabarnya keluar lagi.

Dokter spesialis mata RS Cicendo Hikmat Wangsaatmadja tak langsung percaya keterangan subyektif itu. Ia memeriksa mata, penglihatan, dan gerak bola mata Tina. ”Kesimpulannya mata pasien normal, tapi asal batu tidak ditemukan,” katanya seusai memeriksa Tina.

Untuk memastikannya secara medis serta mengaitkannya dengan asal-usul batu, dokter telah mengambil contoh air mata dan urine Tina.

Selain itu, rumah sakit juga mengirim tiga butir batu kristal terbaru yang disebut keluar dari kelopak mata pasien untuk diperiksa laboratorium Geologi, Bandung. Kedua pemeriksaan secara medis dan geologis tersebut untuk menemukan jawaban: apakah benar batu kristal itu berasal dari air mata atau batuan alam.

Sebelumnya, kata Hikmat, ada dua laporan serupa di dunia. Semuanya berasal dari perempuan. Pada 1996, seorang remaja putri bernama Hasnah Mohamed dari Libanon dikabarkan bisa berlinang air mata kristal. Belakangan ia mengaku laporan itu palsu.

Kasus kedua dialami Judie Smith, 35 tahun, asal Boston, Inggris, tahun ini. Dia mengaku mengeluarkan air mata seperti kristal, bening, dan terasa seperti pasir. Oleh praktisi medis, kata Hikmat, kasus Jodie karena ia menderita cyctinosis atau penumpukan asam amino cysteine dari berbagai organ tubuhnya.

Secara medis, kata Hikmat, sejauh ini diketahui tiga kemungkinan terjadinya air mata kristal. Kasus cystinosis, seperti dialami warga Boston, Inggris, bernama Judie Smith, terjadi akibat kelainan suatu metabolisme dan penyakit genetik. Gejalanya berupa penumpukan kristal di kornea dan conjunctiva (garis dan permukaan mata). ”Ukuran kristalnya sangat kecil sehingga terasa mata berpasir,” ujarnya.

Kedua, dacryolith. Terdapat batu pada saluran pengeluaran air mata sehingga menimbulkan benjolan di kulit wajah di bawah kelopak mata. Kalau dikeluarkan, batu-batu kristal itu berwarna kekuningan dan tidak beraturan bentuk dan ukurannya. ”Batu ini tidak mungkin bisa balik lagi ke arah mata,” katanya.

Kasus air mata batu lain yang sempat direkam dunia medis yaitu conjunctival lithiasis. Kristal putih, kata Hikmat, tertanam di selaput lendir mata pasien. Biasanya berupa benjolan berwarna kekuningan di bagian dalam kelopak mata. ”Umumnya terjadi pada penyakit radang mata yang telah lama dan kronis. Batuannya paling sebesar 3 milimeter berwarna kusam kekuningan,” ujarnya.

Nah, kasus yang dialami Tina Agustina tidak masuk ke dalam tiga jenis kelainan itu. Baru pada Selasa, 05/06/2012, hasil pemeriksaannya diumumkan bersama oleh pihak RS Mata Cicendo dan Badan Geologi di rumah sakit. Ikut hadir Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Martinus Sitompul.

Menurut Hikmat, hasil pemeriksaan medis harus dilengkapi uji batuan. Kesimpulannya, benda yang disebut air mata kristal dari kelopak mata Tina itu merupakan material sintetis yang telah diproses, dan bukan hasil produksi tubuh manusia. Lalu bagaimana benda itu bisa keluar dari kelopak mata Tina?

Seorang dokter mata mengatakan, orang yang berani bisa memasukkan benda sekecil itu ke balik kulit kelopak mata dan disimpan di atas dekat ujung alis. Benda itu bisa turun sendiri lalu muncul di kelopak mata bawah. Namun Tina yang dihubungi Tribunekompas membantah melakukan rekayasa seperti itu. ”Bukan dimasukin (kristalnya) keluar aja sendiri, percaya nggak percaya,” ujarnya.

Laboratorium Geologi Bandung memakai dua alat untuk menguji kandungan air mata kristal Tina. Menurut peneliti dari Badan Geologi Yunus Kusumabrata, X-Ray Difraction (XRD) dipakai untuk melihat bentuk kristal. Sedangkan Atomic Spectrum Divice (ASD) guna melihat komposisi bahan. “Itu salah satu metode yang mudah dioperasikan dan tidak sampai merusak sampel,” katanya, Selasa, 05/06/2012.

Saat mendapat contoh tiga benda air mata kristal itu pada Jumat pekan lalu dari RS Mata Cicendo, Bandung, kata Yunus, ketika dipegang terasa keras, berwarna bening, dan bentuknya seperti kristal. Namun ketika diintip dengan kaca pembesar, kecurigaan mulai muncul. “Batunya bersih sekali, tidak ada pengotoran,” ujarnya.

Dari uji material, diketahui benda itu mengandung 15,40 persen silika (Si02) dan 2,40 persen kalium (K2O). Sisanya bahan sintetis, di antaranya campuran plastik. Tingkat kekerasan silika pun ternyata lebih rendah dari yang asli yaitu batuan alam. ”Kurang dari 3,5 skala mohs (tingkat kekerasan), kalau silika asli sampai 7 dan susah tergores cutter,” ujarnya.

Peneliti, kata Yunus, sudah bisa menarik kesimpulan dari temuan awal itu. Apalagi terbukti facet (irisan) benda kecil seukuran 1-2 milimeter berwarna kebiruan tersebut sangat rapi. ”Sepertinya hasil cetakan pabrik.” katanya.

Soal dugaan penipuan oleh Tina, menurut Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Martinus Sitompul, ”Kalau ada yang dirugikan kita akan proses.” Sebaliknya, polisi menganggap hal itu sebagai fenomena di masyarakat saja. ”Masyarakat mau lihat batu kristal itu tidak masalah, kita menjaga saja keamanan dan ketertibannya,” ujarnya.

Saat ini ada 3 petugas kepolisian sektor setempat yang berjaga. Polisi, kata dia, tidak bisa mengimbau apalagi melarang orang-orang datang ke rumah Tina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar