Selasa, 10 September 2013

Warga Pacitan Beralih ke `Benguk`

PACITAN, TRIBUNEKOMPAS.
By: Soewardi.

- Warga Pacitan punya kiat tersendiri menghadapi harga tempe kedelai yang kian mahal. Sebagian di antara mereka beralih mengonsumsi tempe berbahan baku biji kara atau benguk. Tidak itu saja, tempe berbahan lamtoro atau biasa disebut mlanding juga menjadi alternatifnya.

“Sudah beberapa hari ini saya menghidangkan tempe benguk untuk lauk dan camilan di rumah,” kata Siti Azizah, warga Kelurahan Ploso, Kecamatan Pacitan, saat dihubungi, Senin 9 September 2013.

Menurutnya, saat dimakan tempe benguk harus digigit lebih keras dibandingkan makanan serupa yang berbahan kedelai. Meski begitu, cita rasa dan kandungan gizinya dinilai tidak kalah. Karena itu, di saat harga tempe kedelai mahal, Siti sengaja mengalihkan lauk kesukaan keluarganya ke tempe benguk.

Harganya murah meriah, per bungkus cuma Rp 500 sementara per kotak tempe kedelai Rp 2.500. “Di pasar tempe kedelai juga semakin sulit dicari,” ujar Siti yang biasa berbelanja di Pasar Minulyo, Kelurahan Baleharjo, Pacitan.

Sebulan yang lalu harga tempe dengan ukuran sama di pasaran masih berkisar antara Rp 1.000-2.000. Lonjakan nilai jual komoditas lauk tersebut merupakan imbas kenaikan harga kedelai impor. Jika sebelumnya hanya Rp 7.200 terus naik dan saat ini berkisar antara Rp 9.500-Rp 10.000 per kilogram.

Paini, warga Desa, Kecamatan Pringkuku Pacitan juga beralih ke tempe mlanding sebagai alternatif lauk keluarganya. Alasannya, kata dia, harganya hanya Rp 1.000 per kotak dengan ukuran sekitar 15 sentimeter, lebar delapan sentimeter, dan tebal Rp 2.500. “Kalau rasanya lebih enak tempe kedelai, tapi karena mahal saya lebih sering memasak tempe mlanding,” kata dia.

Tempe mlanding biasa dibeli di pasar yang masuk wilayah Desa Ngadirejen, Kecamatan Pringkuku. Di tempat itu tempe kedelai mulai jarang ditemukan. Paini menngaku mendapat cerita bahwa kenaikan harga kedelai impor membuat perajin tempe mengurangi produksi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar