Selasa, 29 Oktober 2013

Mantan Staf Sri Roso Akui Berita Udin Obyektif

YOGYAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Astri.

-Seorang mantan staf bekas Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo, Sunarno, mengatakan berita yang ditulis wartawan Fuad Muhammad Syafruddin memang objektif, melaporkan kondisi sebenarnya.

Jurnalis Harian Bernas, yang biasa disapa Udin, tewas akibat dianiaya pada Agustus 1996 silam. Namun, hingga kini pelakunya tak terungkap. “Beritanya banyak yang benar,” kata dia, dalam sebuah diskusi tentang pengungkapan kasus Udin, yang digelar Pusat Studi Hak Asasi Manusia UII Yogyakarta, Selasa (29/10).

Misalnya, kata pensiunan pegawai negeri sipil pada 2011 itu, berita yang menyebutkan Sri Roso memerintahkan kepala desa di Bantul, untuk memenangkan Golkar. Dalam berita tersebut, Sri Roso mengatakan kepada lurah-lurah, agar total memberikan dukungan pada partai penguasa Orde Baru itu. “Dua ratus persen suara untuk Golkar,” kata dia, menyebutkan satu berita yang pernah ditulis Udin.

Ia mengatakan, Udin juga pernah memberitakan sumbangan Sri Roso sebesar Rp 1 miliar kepada Yayasan Dharmais, yang kala itu diketuai Presiden Soeharto. Berita itu pun benar adanya. “Semua Bupati kalau mau jabat harus pakai duit,” kata lelaki yang kini bergabung dengan COP, sebuah komunitas polisi masyarakat, di Umbulharjo itu.

Adalah Noto Suwito, seorang lurah Argomulyo, Bantul yang menjadi penghubung menuju Soeharto. Dialah adik tiri Soeharto. Menurut Sunarno, dirinya mendengar lagsung dari Noto Suwito, yang memerintahkan Sri Roso, agar menandatangani “kuitansi”, sumbangan melalui telepon. “Tanda tangan saja,” katanya, menirukan ucapan Suwito kala itu.

Menurut dia, cara serupa juga dilakukan banyak kepala daerah. Tak hanya di Yogyakarta, tapi juga dari sejumlah daerah di Indonesia. Mereka mengirimkan “upeti” ke yayasan tersebut, melalui Suwito. Nahas, kuitansi milik Sri Roso, menyebar ke masyarakat. “Apesnya Sri Roso saja,” kata dia.

Mantan Redaktur Harian Bernas, Heru Prasetya, mengatakan kuat dugaan pembunuhan terhadap Udin memang terkait persoalan berita. Namun fakta-fakta tersebut diabaikan dalam proses penyelidikan polisi. Sehingga mereka menyimpulkan pembunuhan itu bermotif perselingkuhan.

Menurut Heru, anggota Tim Investigasi Kijang Putih, yang melakukan penelusuran kasus itu, memang merasakan banyak kejanggalan. Misalnya, sejak keterlibatan Edy Wuryanto. Edy yang kala itu anggota reserse Kepolisian Bantul, pernah dipanggil Pengadilan Militer untuk dimintai keterangan. Namun, selama tiga bulan, nyatanya pengadilan tak berhasil mendatangkannya. “Bukan Edy Wuryanto-nya (yang kuat), tapi kepentingan di baliknya,” kata dia.

Direktur Pusham UII, Eko Riyadi, mengatakan korban dalam kasus itu, sebenarnya bukan seorang saja, Udin. Namun banyak “korban-korban” lainnya. Misalnya, Dwi Sumadji alias Iwik, seorang yang dituduh sebagai pelaku. Belakangan Iwik dibebaskan oleh pengadilan, karena tak terbukti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar